Tuesday, January 21, 2020

MENGEJA FORMAT PENGGANTI UJIAN NASIONAL


ASESMEN Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang pelaksanaannya pada pertengahan jenjang, yakni kelas 4, 8, dan 11 akan diterapkan mulai 2021 sebagai pengganti ujian nasional (UN). Sebagian besar pendidik mungkin kurang memahami maksud kedua hal tersebut.

Hal itu dapat dimaklumi karena selama ini mereka hanya mengenal jenis asesmen untuk mengukur konten, bukan konsep atas konten yang dipelajari. Akibatnya, keberhasilan pembelajaran hanya ditentukan oleh angka-angka setelah sekian banyak soal dikerjakan.
Bukankah dalam Kurikulum 2013 terdapat pula asesmen untuk mengukur kompetensi spiritual dan sosial, selain pengetahuan dan keterampilan? Bukankah dalam rapor juga berisi aspek-aspek tersebut? Asesmen pengetahuan dan keterampilan dapat dilakukan dengan mudah oleh pendidik. Bagaimana dengan asesmen aspek spiritual dan sosial?
Pendidik selalu kewalahan saat menilai kedua kompetensi tersebut karena banyak aspek di dalamnya. Kompetensi spiritual berkaitan dengan mensyukuri nikmat, berdoa, bertoleransi pada agama lain, dan beribadah. Sementara itu, kompetensi sosial berkaitan dengan kejujuran, kedisiplinan, kesantunan, kepedulian, tanggung jawab, responsif, pro-aktif, dan toleransi pada teman. Akibatnya, banyak waktu tersita untuk melakukan berbagai penilaian tersebut. Ironisnya, pendidik sering tidak melakukannya. Akibatnya, pemerintah tidak memiliki data perkembangan karakter peserta didik.
Berdasarkan realita tersebut, Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter perlu didukung. Namun demikian, bagaimana langkah konkret pelaksanaannya? Tulisan berikut mungkin dapat digunakan sebagai gambaran implementasinya.
Asesmen Kompetensi Minimum
Telah dikemukakan Nadiem bahwa variabel penentuan kelulusan tidak lagi didasarkan pada aspek kognitif beberapa mata pelajaran yang di-UN-kan tanpa memperhatikan karakter peserta didik, tetapi pada dua aspek kognitif, yakni literasi dan numerasi. Dua aspek tersebut menjadi dasar untuk mempelajari materi apa pun. Sayangnya, hasil laporan terakhir Program for International Student Assessment (PISA) tentang kemampuan literasi dan numerasi, menempatkan Indonesia pada peringkat bawah.
Literasi tidak hanya bermakna membaca dan menulis, tetapi lebih kepada kemampuan memahami konsep yang dibaca, kemudian menganalisisnya. Sementara itu, numerasi berkaitan dengan pengaplikasian konsep bilangan untuk memecahkan masalah praktis, kemudian menggunakan penalaran untuk mengambil keputusan secara cepat dan tepat.
Literasi dan numerasi, dengan demikian, tidak hanya berkaitan dengan pembelajaran bahasa dan matematika, tetapi juga pada semua mata pelajaran, baik jenjang pendidikan dasar maupun menengah. Untuk itu, strategi literasi dan numerasilah yang tepat digunakan agar konsep yang dipelajari dapat dipahami. Asesmen untuk mengukur kompetensi tersebut dapat berupa penugasan, portofolio, atau penyusunan karya tulis, baik secara individu maupun kelompok.
Bagaimana mengimplementasikannya? Pada jenjang SMA Program IPS kelas 11 pada materi “pengangguran”, misalnya, asesmen dapat dilakukan dengan mengintegrasikan mata pelajaran wajib dan peminatan,
Langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut. Pendidik membagi kelas dalam kelompok-kelompok heterogen. Selanjutnya, masing-masing kelompok melakukan pengumpulan data tentang permasalahan pengangguran yang ada di sekitar tempat tinggal peserta didik melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Peserta didik diwajibkan membaca referensi yang terkait agar pemahaman lebih mendalam. Setelah itu, menganalisis data melalui penalaran untuk mengambil keputusan dan membuat simpulan. Langkah terakhir, menyusun laporan dan mempresentasikannya. Pendidik, dalam konteks tersebut, hanya berperan sebagai pembimbing dan motivator.
Asesmen tersebut juga dapat diterapkan pada jenjang pendidikan dasar jika strategi yang digunakan tepat. Dalam pembelajaran pada tema “Selalu Berhemat Energi” di kelas 4, misalnya, peserta didik diminta mengamati dan mendata penggunaan energi listrik di rumahnya. Setelah itu, membuat laporan sederhana tentang upaya yang dilakukannya untuk menghemat energi. Asesmen tersebut diintegrasikan dengan mata pelajaran lain, misalnya Matematika dan Bahasa Indonesia.
Jika langkah-langkah tersebut dilakukan dengan benar, pemahaman konsep materi akan dapat dikuasai peserta didik. Ranah pengetahuan (C1) dan pemahaman (C2) terpenuhi karena peserta didik tidak akan dapat menyusun sebuah laporan tanpa mengetahui dan memahaminya terlebih dahulu. Ranah aplikasi (C3) juga akan dikuasai dengan baik karena peserta didik dituntut membuat interpretasi atas hal yang dikaji. Begitu pula dengan ranah analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi (C6) akan terindikasikan dari laporan yang disusun.
Dengan demikian, asesmen kompetensi minimum dapat dilakukan pada semua jenjang pendidikan dan semua mata pelajaran. Asesmen tidak dilakukan sendiri-sendiri pada masing-masing mata pelajaran, tetapi terintegrasi dengan mata pelajaran lain.
Survei Karakter
Sementara itu, survei karakter perlu dilakukan dengan instrumen yang valid dan reliabel agar benar-benar dapat digunakan untuk mengukur karakter peserta didik. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan instrumen tersebut adalah keberagaman sosial, ekonomi, budaya, dan geografis peserta didik. Untuk itu, pemerintah pusat harus bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam menyusun instrumen agar sesuai dengan karakteristik tiap daerah.
Butir pertanyaan dalam survei sebaiknya berisi tentang persatuan dan toleransi dalam kebhinekaan, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan, dan semangat kebangsaan, Selain itu, perlu dilakukan pula survei tentang ketersediaan sarana dan prasarana pembelajaran, pemenuhan harapan atas lingkungan belajar yang ramah anak, tanpa diskriminasi dan perundungan.
Survei sebaiknya tidak hanya sekadar serangkaian pertanyaan formalitas yang harus diisi oleh peserta didik. Perlu diingat bahwa sebagian besar peserta didik belum terbiasa mengisi lembar survei. Jika pernah, belum tentu diisi dengan sungguh-sungguh. Akan lebih baik apabila mereka diberikan sosialisasi terlebih dahulu tentang tujuan, teknik, dan manfaat hasil survei tersebut.
Pertangahan Jenjang

Pelaksanaan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter pada pertengahan jenjang juga dirasa tepat. Hasil asesmen dan survei karakter tersebut akan dipetakan dan dijadikan patokan bagi pemerintah mengambil kebijakan agar sekolah yang tingkat literasi dan numerasinya masih rendah, segera berbenah dengan melakukan perubahan, Harapannya adalah peserta didik bertumbuh menjadi pribadi yang bahagia dengan nilai-nilai Pancasila yang semakin berakar dan dalam lingkungan belajar yang menyenangkan. (*)

No comments:

Post a Comment

Berikan komentar Anda!

Profil Sekolah Binaan

SMK NEGERI 1 KAMAL DAN SMK NEGERI 2 BANGKALAN