Monday, September 23, 2019

UNSUR INTRINSIK

Semua cerita prosa di atas (cerpen, novel, roman, dan drama) memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik ialah unsur dari dalam karya sastra yang membangun terciptanya suatu karya sastra. Sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur di luar karya sastra, namun turut berperan di dalam menentukan corak karya sastra tersebut, misalnya masalah pendidikan pengarang, lingkungan pengarang, atau budaya yang berlaku saat pengarang membuat karya sastra tersebut.

Macam-Macam Unsur Intrinsik:
1.    Tema
Tema ialah gagasan pokok atau ide yan mendasari penulisan sebuah karya sastra. Ada hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan tema sebuah karya sastra. Tema sebuah karya sastra dirumuskan dengan sebuah kalimat pendek, misalnya kegigihan seorang pemuda dalam menggapai cita-citanya.

2.    Perwatakan
Perwatakan tokoh ialah karakter yang memengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku tokoh. Ada beberapa cara yang digunakan pengarang dalam menggambarkan watak tokoh antara lain sebagai berikut.
(1)   Penjelasan langsung dari pengarang (tertulis)
Pengarang menggambarkan watak tokoh dalam ceritanya dengan menyebutkannya di dalam ceritanya.
(2)   Dialog antartokoh
Pengarang melukiskan watak tokoh melalui dialog atau percakapan antartokoh.
 “Aku merasa ringan, kini aku sudah menceritakan kepada kalian di depan Wak Katok beban dosa yang selama ini menghimpit hatiku dan kepalaku. Aku sudah mengakui dosa-dosaku, dan tolonglah doakan supaya Tuhan suka kiranya mengampuni dosa-dosa Wak Katok…”. Pak Balam mendekatkan kedua belah telapak tangan seperti berdoa, dan mulutnya komat-kamit. Pak Haji bertakbir, perlahan-lahan,”Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!”
                                                             (Harimau-Harimau, Muchtar Lubis)

Watak Pak Balam dalam kutipan tersebut adalah jujur, yaitu karena dia mengakui dosa yang telah diperbuatnya di depan teman-temannya.

(3)   Tanggapan atau reaksi dari tokoh lain terhadap tokoh utama
Watak tokoh diketahui dari tanggapan atau reaksi tokoh lain atas sesuatu yang dilakukan oleh tokoh utama.        

(4)   Pikiran-pikiran dalam hati tokoh
Watak tokoh diketahui dari hal-hal yang ada dalam pikirannya. Apa yang dikatakan oleh tokoh tersebut kepada dirinya sendiri dapat mencerminkan bagaimana watak tokoh tersebut.
Dalam suatu karya prosa, apa yang dipikirkan atau dirasakan tokoh sering diungkapkan oleh pengarang dengan kata-kata di dalam karyanya. Dengan demikian, apa yang dipikirkan tokoh tersebut dapat diketahui oleh pembaca sehingga pembaca dapat mengetahui bagaimana perwatakan tokoh tersebut.

(5)   Lingkungan di sekitar tokoh
Lingkungan berperan besar dalam menentukan perwatakan seorang tokoh. Tokoh yang tinggal di pesantren, misalnya, kemungkinan besar memiliki watak yang baik, taat beribadah, dan beriman kuat. Sementara itu, tokoh yang tinggal di lingkungan prostitusi akan memiliki watak yang tidak baik, misalnya tidak kuat iman, emosional, dan tidak mau diatur. Namun demikian, tidak selamanya tokoh yang berada di lingkungan baik akan menjadi tokoh baik pula dan sebaliknya, tokoh yang berada di lingkungan buruk akan menjadi tokoh yang buruk pula.

(6)   Bentuk fisik tokoh
Bentuk fisik tokoh juga memengaruhi bagaimana watak tokoh tersebut. Seseorang yang berbadan besar, berkulit hitam, bertato, berambut gimbal biasanya akan menjadi tokoh yang berwatak ugal-ugalan, emosional, sadis. Sebaliknya, seseorang yang berambut klimis atau rapi, berkulit bersih, berbaju rapi akan dideskripsikan sebagai tokoh yang baik dalam cerita tersebut.
Sama seperti faktor lingkungan, faktor fisik tidak selalu menjadi jaminan perwatakan tokoh yang sesungguhnya. Ada hal lain yang dapat memengaruhi perwatakan tokoh tersebut.

(7)   Tingkah laku, tindakan tokoh, atau reaksi tokoh terhadap suatu masalah
Tingkah laku, tindakan, dan reaksi tokoh merupakan cerminan watak tokoh tersebut. Jika melihat orang yang dianiyaya, misalnya, apa yang dilakukan oleh tokoh pada saat menyaksikan penganiyayaan tersebut merupakan penggambaran wataknya. Apakah tokoh tersebut diam saja ataukah membantu orang yang dianiaya menjadi cerminan watak tokoh yang sesungguhnya.

Penggambaran watak tokoh berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi tiga, yaitu:
(1)   tokoh protagonis, yakni tokoh yang disukai oleh pembaca karena sifat-sifatnya yang baik;
(2)   tokoh antagonis, yakni tokoh yang tidak disukai oleh pembaca karena sifat-sifatnya yang  buruk;
(3)  tokoh tritagonis, yakni tokoh penengah yang biasanya berperan sebagai penengah dalam menyelesaikan masalah. Kedudukannya berada di antara protagonis dan antagonis.

3.  Latar (Setting)
Latar cerita ialah keterangan mengenai waktu, ruang/tempat, dan suasana terjadinya cerita.

Mereka melihat harimau melepaskan Pak Balam dan terus berlari, menghilang ke dalam hutan yang gelap. Dengan cepat mereka berlari ke tempat Pak Balam terbaring. Dalam cahaya yang samara-samar dari pohon kayu yang menyala, mereka melihat betapa kaki kiri Pak Balam hancur betisnya karena gigitan harimau, daging dan otot betisnya koyak hingga kelihatan tulangnya yang putih dan darah mengalir amat banyak.
Pak Balam koyak-moyak, dan seluruh badannya penuh dengan luka-luka kecil dan gores-gores merah kena duri, batu, dan kayu ketika dilarikan harimau. Mukanya berdarah. Darah keluar dari hidungnya, dari mulutnya. Pak Balam kelihatan pingsan, tak sadar diri, dia hanya terbaring di sana mengerang-ngerang.
                                                            (Harimau-Harimau, Muchtar Lubis)     
Latar yang sesuai dengan pengalan novel di atas adalah di hutan rimba, di kegelapan malam, dalam suasana berduka dan mencekam.

4.  Alur (Pot)
Alur atau plot ialah rangkaian atau jalinan peristiwa yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain dan membentuk sebuah kesatuan cerita.
Tahap-tahap alur meliputi:
(1)   permulaan (pengenalan cerita/ eksposisi)
(2)   pertikaian (konflik)
(3)   perumitan (komplikasi/ konflik semakin meruncing)
(4)   puncak (klimaks/ titik intensitas tertingi dari suatu konflik)
(5)   akhir (denoument/ pemecahan masalah ditemukan)
(6)   katastrofa (nasib pelaku utama ditentukan)            

5.  Sudut Pandang (Point of View)
Sudut pandang ialah cara pengarang mengisahkan/menceritakan suatu kejadian. Sudut pandang dibedakan menjadi tiga: orang I, orang III, atau campuran (orang I dan orang III).
a.  Sudut Pandang Orang I (Akuan):
(1) Orang I sebagai tokoh utama
Pengarang sebagai pelaku utama yang diceritakan.
(2) Orang I sebagai pengamat
Pengarang hanya menceritakan tokoh-tokoh lain, namun pengarang ikut hadir dalam cerita.

b. Sudut Pandang Orang III
1) Orang III serba tahu
Melaporkan semua tindak tanduk yang sangat pribadi dari pelaku.

2) Orang III terarah
Melaporkan tindak-tanduk yang terpusat pada satu karakter.

Pak Balam menutup matanya kembali, dan dia terbaring demikian, letih telah berbicara begitu banyak.
Mereka duduk mengelilinginya dengan pikiran masing-masing. Cerita Pak Balam menimbulkan kesan yang dahsyat sekali dalam hati mereka. Mereka ingin dapat selamat sampai ke kampung, meninggalkan hutan dengan harimau maut jauh-jauh di belakang. Akan tetapi, mengakui dosa-dosa di depan kawan semua.
(Harimau-Harimau, Muchtar Lubis)

Sudut pandang dalam pengalan novel di atas adalah orang III serba tahu karena melaporkan semua tindak-tanduk tokoh, yaitu Pak Balam dan mereka.

6.    Amanat
Ialah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui isi cerita yang dikarangnya. Amanat yang disampaikan dapat secara langsung (tersurat/tertulis) melalui dialog antartokoh dalam cerita atau secara tidak langsung (tersirat).

Kemudian Pak Balam menutup matanya kembali, dan memandang mencari muka Wak Katok, dan ketika pandangan mereka bertaut, Pak Balam berkata kepada Wak Katok,” Akuilah dosa-dosamu, Wak Katok, dan sujudlah ke hadirat Tuhan, mintalah ampun kepada Tuhan Yang Maha Penyayang dan Maha Pengampun, akuilah dosa-dosamu, juga kalian, supaya kalian dapat selamat keluar dari rimba ini, terjauh dari rimba dan, terjauh dari bahaya yang dibawa harimau … biarlah aku yang jadi korban…”
(Harimau-Harimau, Muchtar Lubis)

Amanat yang terkandung dalam kutipan tersebut adalah “Bertobat dan minta ampunan atas segala dosa yang telah diperbuat, pasti Tuhan akan mengampuninya, dan hidupmu akan selamat.”

7.    Nilai
Dalam sebuah karya sastra terkandung nilai-nilai yang disisipkan oleh pengarang. Nilai-nilai itu antara lain:
a.  nilai moral
     Berkaitan dengan akhlak atau budi pekerti yang baik atau buruk.

b. nilai sosial
Berkaitan dengan norma-norma dalam kehidupan masyarakat, misalnya saling memberi, menolong, dan tenggang rasa.

c.  nilai budaya
Yaitu konsep mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia, misalnya adat istiadat, kesenian, kepercayaan.

d.  nilai estetika
Berkaitan dengan seni dan keindahan dalam karya sastra, misalnya tentang bahasa, alur, atau tema.

Dari sebuah kantung di dalam keranjang besarnya, Wak Katok mengeluarkan daun ramu-ramuan. Mereka membersihkan luka-luka Pak Balam dengan air panas dan Wak Katok menutup luka besar di betis dengan ramuan daun-daun yang kemudian mereka membungkus dengan sobekan kain sarung Pak Balam. Wak Katok merebus raman obat-obatan sambil membaca mantera-mantera, dan setelah air mendidih, air obat kemudian dituangkan ke dalam mangkok dari batok kelapa. Setelah air agak dingin, Wak Katok meminumkannya kepada Pak Balam sedikit demi sedikit.
(Harimau-Harimau, Muchtar Lubis)

Nilai sosial yang terdapat dalam kutipan novel tersebut adalah memberi pertolongan kepada orang yang sedang sakit. Nilai budayanya adalah membungkus luka dengan sobekan kain, pemakaian ramuan dari daun-daun, dituangkan di mangkuk yang terbuat dari batok kelapa kemudian dimantera-mantrai.

No comments:

Post a Comment

Berikan komentar Anda!

Profil Sekolah Binaan

SMK NEGERI 1 KAMAL DAN SMK NEGERI 2 BANGKALAN