Monday, September 23, 2019

BEE

Aku tak tahu apa yang sesungguhnya sedang aku cari saat itu. Perhatian? Cinta? Atau bukan keduanya? Akan tetapi, sejak bertemu dengan Bee, begitu aku biasa memanggil kekasihku, semua itu akhirnya kudapatkan. Tidak hanya perhatian dan cinta, bahkan lebih dari itu. Namun, masa itu telah berlalu dan aku kembali dalam sunyi; dalam belantara kesendirian. Apakah dendam ini harus terpuaskan? Ingin rasanya aku lampiaskan semua kesal kepadanya, wanita yang tiga setengah tahun ini mengisi hari-hariku, mengusir sepi, dan melengkapi sejarah kehidupanku, lelaki yang telah sekian lama menyendiri di balik hingar bingar metropolitan.

“Aku belajar di perpustakaan”, katanya suatu siang. “Aku lagi makan bersama teman-teman,” katanya suatu petang. “Aku sedang mengerjakan tugas kelompok”, katanya suatu malam.” Kata-kata itu masih kuingat dengan jelas karena hampir selalu kudengar saat aku menelepon atau dari balasan chat-nya. Hingga suatu waktu, di malam tahun baru lalu, janji bertemu tak juga berujung pada realita. Amarah pun memuncak. Sumpah serapah dan caci maki tiada henti terlepas dari mulutku. Dia terdiam sesaat, kemudian dengan nada pelan berkata, “Terserah kamu mau bilang aku wanita macam apa. Terserah kalau mau marah. Terserah juga kalau ingin mengakhiri hubungan. Mungkin itu akan lebih baik bagimu. Maaf!”
Kenangan itu, tak juga hilang dari sesalku. Seandainya mampu, tak pernah sekali pun aku membencinya atau berkata kasar kepadanya. Sebaris pesan terakhir kubaca; menyadarkanku atas semua khilaf. “Maafkan aku, Bee. Aku merindu Hadirmu. Sakit yang kauderita, kini telah  tiada. Selamat jalan, Bee! Baik-baik di surga-Nya, ya?”

No comments:

Post a Comment

Berikan komentar Anda!

Profil Sekolah Binaan

SMK NEGERI 1 KAMAL DAN SMK NEGERI 2 BANGKALAN