Sunday, October 6, 2019

WANITA DI TEPIAN LUKA

Panggil saja namaku “Ayu”. Tapi jangan bayangkan wajahku se-ayu namaku. Pun demikian dengan hari-hari yang kulewati, tak seindah seperti kebanyakan orang menilaiku. Mereka hanya melihat dari kisi luar; sementara tidak pernah mengerti apa yang sebenarnya sedang aku alami. Kesetiaan dan cinta menjadi kebanggaan terbesarku sebagai seorang wanita. Oleh sebab itu, pinangan laki-laki itu aku terima meski sejujurnya ada rasa resah yang selalu mengganggu dalam setiap langkahku. Akan tetapi, cinta dan keyakinan ternyata mampu mengalahkan kekhawatiran. Mulailah kehidupanku dengan hiruk-pikuk kehidupan di sisi Barat Jawa.

Dan ternyata, apa yang aku risaukan berujung pada realita. Lelaki itu telah pergi menyisakan luka yang teramat dalam. Kecewa? Tentu saja ada. Marah? Buat apa aku lakukan itu, hanya sia-sia yang ada. Membencinya? Bisa saja aku melakukannya. Tapi untuk apa? Toh, juga tidak mungkin bisa mengobati luka yang telah digoreskan teramat dalam pada hidupku. Diam. Itu jawaban yang mungkin cukup mampu sebagai tempat bersembunyi dari cerita lalu. Dan, senyum manis dari bibir mungil telah bisa mengajariku akan arti sebuah kekuatan. Juga tangisnya di malam-malamku, cukup memberikan makna akan keikhlasan itu. Entah sampai kapan aku sanggup bertahan.
Medio September menyadarkanku bahwa masa lalu hanyalah sebuah cermin  yang di dalamnya terlukis banyak cerita tentang aku dan dia. “Episode yang harus aku tuntaskan”, kuyakinkan diri sendiri agar segera bisa menepis luka. Sebuah puisi yang kubaca di halaman pertama beranda facebook-ku membawaku pada sebuah nama yang dulu pernah aku kenal, kalau tidak salah, namanya Sapta. Lelaki dewasa yang tinggal di bagian Timur Jawa. Tak begitu dekat memang, hanya samar-samar kuingat. Sejak itu, ada sesuatu yang berbeda. Apalagi setelah sekian waktu saling bercerita tentang luka. “Ah, apakah cinta ini masih tersisa meskipun hanya sepotong rasa? Apakah aku akan mampu menjalaninya? Sedang di antara kami, ada cerita yang tak jauh berbeda.” Di saat aku sedang mencari jawaban atas semua tanya itu, dering ponsel membuyarkan semuanya. Sebuah nama muncul di layar: “Sapta”. Segera aku angkat, namun dering itu sudah tidak terdengar lagi. Sebuah pesan pendek berbunyi beberapa detik kemudian: Maaf kalau aku mengganggu. Maaf juga kalau tidak sempat memberikan kabar terlebih dahulu. Aku tunggu kau sekarang juga di beranda rumahmu. Aku terdiam sesaat dalam keniscayaan. Apakah ini mimpi?


No comments:

Post a Comment

Berikan komentar Anda!

Profil Sekolah Binaan

SMK NEGERI 1 KAMAL DAN SMK NEGERI 2 BANGKALAN