Thursday, September 19, 2019

SENJA SANG GURU


Dalam keremangan malam, pikirannya melayang pada masa tiga puluh tahun silam. Saat keriput belum menggurat wajahnya; garis-garis retak belum memahat pada kedua tangannya; langkahnya pun masih tegap, setegak hasrat dan cita-citanya.


Tidak tahu apa sebabnya, tiba-tiba aku ingat akan Pak Sarno, guruku semasa SMA.  Ada satu wejangan yang aku ingat sampai sekarang. “Bapak tidak bisa membuat kalian pintar, Nak. Tapi, Bapak bisa membuat kalian mengerti akan makna hidup ini. Jadilah anak-anak yang mampu menjalani kehidupan dengan baik. Satu-satunya cara adalah menjadikan diri kalian berguna bagi orang lain”. Ya, aku adalah murid yang paling nakal di sekolah. Hukuman berdiri dengan satu kaki di sudut kelas, atau mengerjakan tugas seabreg dari buku sudah menjadi  menu sehari-hari. Namun, takdir membawaku menjadi seorang guru pula. Setelah mengetahui alamat terakhir beliau, kuputuskan untuk mengunjunginya.
Senja telah menggantikan siang. Mentari pun telah menuju ufuk untuk menjemput malam. Tubuh merapuh itu tergolek lunglai di sisi ranjang tua, berdebu. Ada setumpuk buku usang di samping pembaringan; sementara di dinding yang catnya telah lama memudar, terpajang sebuah piagam berbingkai kayu, satu-satunya hiasan yang ada di kamar itu. Ya, piagam penghargaan sebagai seorang guru yang telah mengabdikan hampir seluruh hidupnya...dulu. Ah, beberapa ekor belatung, keluar dari sela-sela pintu kamar sebagai satu noktah terakhir senja sang guru. Pak Sarno, senjamu sembunyi dalam sepi.

No comments:

Post a Comment

Berikan komentar Anda!

Profil Sekolah Binaan

SMK NEGERI 1 KAMAL DAN SMK NEGERI 2 BANGKALAN